www.halloriau.com


BREAKING NEWS :
Sopir Bus ALS Diburu Polisi Usai Terguling dan Tewaskan 1 Penumpang di Sumbar
Otonomi
Pekanbaru | Dumai | Inhu | Kuansing | Inhil | Kampar | Pelalawan | Rohul | Bengkalis | Siak | Rohil | Meranti
 


Eks Pekerja PT RAPP: Bukan Kami Tidak Memikirkan Gambut, Ini Masalah Perut
Minggu, 15 Oktober 2017 - 16:50:03 WIB

Ali Imroen,  Tanjung Padang Kepulauan Meranti

SAAT ini, ratusan masyarakat yang berkerja di perusahaan HTI menaruh harapan besar kepada pemerintah untuk meninjau ulang Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No. 17 Tahun 2017 tentang Perubahan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P12 Tahun 2015 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI).

Bagaimana tidak, dengan adanya peraturan itu para pekerja dan masyarakat di lingkungan perusahaan menjadi resah. Kebijakan ini berdampak terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK) di perusahaan HTI dan industri pulp kertas yang telah diberikan izin beroperasi di lahan gambut, mereka telah kehilangan pekerjaan yang selama ini menjadi lumbung nafkah bagi mereka untuk menghidupi keluarga.

Kini, asa itu telah pergi setahun sudah sejak pada 21 November 2016 lalu perusahan benar benar berhenti beroperasional, kejadian ini seakan menjadi tangisan bagi warga di Pulau Padang, Kepulauan Meranti yang selama ini menggantungkan hidup dari PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP).

Nasib mereka saat ini terkatung katung tanpa arah yang jelas, sedangkan harapan untuk terus bekerja belum ada kepastian, sejak itu pula warga dari dusun-dusun di wilayah konsesi PT RAPP mulai mencari pekerjaan lain untuk menghidupi keluarga.

Sementara warga lainnya yang dulunya bekerja di perusahaan tersebut masih menganggur sambil menunggu kepastian beroperasinya kembali perusahaan tersebut.

Ketersediaan pekerjaan di daerah yang tak mampu menjawab kebutuhan memaksa warga untuk bekerja di Malaysia. Berpisah dengan sanak keluarga pun harus dilakoni setiap bulan.

Salah seorang eks pekerja PT RAPP, Karim, ketika ditemui di Dusun Sei Hiu Pulau Padang mengatakan bahwa istrinya Niar terpaksa mencari pekerjaan hingga ke negeri Jiran Malaysia. Sebelumnya Niar berjualan di areal PT RAPP.

"Kalau ada kerja di sini kenapa pula harus keluar, jauh dari anak dan keluarga, tapi beginilah kondisi kami disini, semua serba sulit setelah operasional perusahan ditutup," ujar Karim.

Niar bukanlah satu-satunya eks pekerja PT RAPP yang mengadu nasib ke Malaysia. Rata-rata diantara mereka nekad bekerja meski hanya mengantongi paspor (dokumen) pelancong. 

"28 hari sekali istri saya pulang. Kadang sedih juga mengenang nasib seperti ini," cerita Karim.

Saat ini PT RAPP belum boleh melakukan penanaman baru pohon akasia yang membuat ratusan warga tak bisa bekerja sebagai tenaga penyemaian di Nursery, dimana di Pulau Padang terdapat 3 Nursery yang masing masing menampung sebanyak 150 sampai 200 orang pekerja tempatan.

"Akan berakibat fatal jika izin PT RAPP tetap dicabut, persoalannya selama ini perusahaan terus mengakomodir masyarakat untuk bekerja sebagai karyawan dan petani yang artinya langkah ini bagian dari pengurangan angka pengangguran, saat ini banyak dari karyawan saya yang menganggur akibat dari tidak beroperasinya perusahan sejak setahun lalu," kata Anwar Umar, pemilik Nursery PT Oya Makmur mitra bina usaha PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Estate Pulau Padang.

Anwar berharap kepada pemerintah untuk meninjau ulang terhadap pencabutan izin PT RAPP, menurutnya masyarakat tidak punya pilihan lain untuk menafkahi keluarga mereka selain berkerja di perusahan.

"Kepada perusahan lah masyarakat disini bersandar, soalnya para pekerja disini digaji dengan standar UMK, selain itu juga difasilitasi BPJS. Sebelum ada perusahan masyarakat disini bekerja mencari kayu di hutan untuk kembali dijual, apalagi menurut hukum pekerjaan menebang kayu adalah pekerjaan yang salah, saat ini kayu sudah habis masyarakat mau bekerja dimana lagi," katanya. 

Bukan hanya nasib ratusan pekerja juga beserta anak dan isteri mereka, ini juga akan berdampak terhadap mitra bina usaha PT RAPP lainnya, dimana di Pulau Padang sendiri terdapat 5 koperasi yang juga menaungi tenaga kerja tempatan.

Izwan (40) laki-laki penyedia jasa rental speedboat dan mobil saat RAPP beroperasi itu, dulu warga bisa mendapat penghasilan 2 hingga 3 juta rupiah perbulan. Namun sejak setahun belakangan, operasional PT RAPP dihentikan, tak sedikit warga kehilangan pekerjaan.

"Dulu anggota kita ramai. Speed rental 9 unit sekarang tinggal empat unit. Pekerja nurseri kita banyak keluar daerah, di kampung tak ada kerja juga, kalau bisa RAPP beroperasi lah," cerita Izwan.

Hal sama juga dirasakan Sutrisno dari Koperasi Kudap Lestari. Ia menyedia jasa transportasi speedboat sebanyak 6 unit sejak 2010. Namun sekarang semuanya tidak lagi beroperasi. Tak sedikit pula anggotanya kehilangan pekerjaan.

Memang sebelum ada PT RAPP banyak warga menyadap karet. Namun, untuk saat ini harga karet tidak seperti dulu. Harga karet sudah sering anjlok. Satu kilogram karet tidak bisa lagi untuk membeli satu kilogram beras.

"Kalau dulu kerja karet harganya masih tinggi, sekarang harga karet empat sampai enam ribu rupiah perkilogram, satu kilo karet tidak dapat untuk membeli sekilo beras," ujar Syamsudin, warga Dusun Sungai Hiyu, Tanjung Padang.

Sedikit bercerita tentang keadaan kampungnya, dia mengatakan bahwa ratusan warga di desanya, tidak memiliki pilihan jika harus menetap di kampung pasca tidak beroperasinya PT RAPP karena tidak adanya lapangan kerja yang memadai.

Beda sebelumnya dengan beroperasinya perusahaan di daerah mereka, banyak masyarakat yang mempunyai penghasilan lebih, beda dengan saat ini, masyarakat harus berbondong bondong keluar dari kampung karena mereka beranggapan tidak akan mengubah nasib mereka jika bertahan dalam kondisi seperti saat ini.

"Kami tidak bisa bertahan lagi dalam kondisi seperti, karena kalau hanya ditunggu dirumah resikonya kami tak makan, tapi jika perusahan beroperasi b anyak masyarakat yang terakomodir. Jika keputusan pemerintah itu tetap dijalankan dengan alasan Pulau ini akan tenggelam, itu hanya alasan saja, yang menempati pulau ini kami, jadi kami yang tahu, sedangkan program pemerintah tidak ada yang jalan. Ini bukan berarti kami tidak memikirkan gambut, tapi sekarang ini masalah perut," kata Syamsudin.

Hal senada juga disampaikan salah seorang pemuda Desa Lukit, Tedjo, dia mengatakan ada awalnya ia bersama masyarakat menolak keras keberadaan PT RAPP yang dianggap akan merusak hutan dan ekosistem, namun pemerintah pusat tetap pada pendiriannya yang memberi izin operasional kepada PT RAPP.

"Pada awalnya kami menolak keberadaan perusahaan, namun setelah kami berjuang, ternyata perjuangan kami sia sia pemerintah tetap memberi izin. Namun setelah beroperasi dan seiring waktu berjalan, masyarakat banyak yang merasakan manfaatnya seperti banyak yang menjadi tenaga kerja di perusahan serta program perusahan yang menyentuh langsung ke masyarakat," kata Tedjo.

Dia mengemukakan bahwa tindakan pemerintah dalam hal ini Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup kebijakan yang tidak merubah keadaan, malah menjadi memperburuk keadaan.

"Pada awalnya hutan masih asri, pemerintah memberikan izin operasional, namun setelah seperti ini malah izin nya yang akan dicabut. Saya kira itu tindakan sia-sia, sebab sudah terlambat jika sekarang baru mengambil kebijakan, karena kondisi gambut memang sudah berada pada posisi rusak, dan pencabutan izin tidak akan merubah apapun, malah akan berdampak sebaliknya, masyarakat miskin akan bertambah banyak," katanya lagi.

Sementara itu, Manajer RAPP Estate Pulau Padang Sumardi Harahap, menjelaskan, akibat tidak beroperasinya perusahaan, pihaknya terpaksa melakukan pengurangan tenaga kerja, tapi walaupun begitu program CSR, CD serta beasiswa tetap dijalankan.

"Sebelumnya, dari 117 karyawan tetap PT RAPP, sekarang tinggal 98 orang. Sedangkan dari karyawan kontraktor yang semula berjumlah 398 orang berkurang menjadi 61 orang. Meski tak beroperasi, kita terus saja melakukan patroli lapangan, dan melihat tata kelola air. Agar tak kebanjiran saat hujan atau kekeringan saat kemarau," ujar Sumardi Harahap. 

Sementara itu CD Officer Pulau Padang Yandi Masnur, ketika ditanya tentang program CD menjelaskan, sejak 2011 hingga 2016, dana yang dikucurkan perusahaan lebih Rp20 miliar.

Beberapa program CD yang rutin disalurkan antara lain program sistem pertanian terpadu, pendidikan dan talent pool, UMKM, program keagamaan, pelatihan ustadz, khatib, imam dan program pembangunan infrastruktur (pembangunan jalan sepanjang 12 KM). Selain itu, ada juga program CD pelatihan keterampilan bagi kaum ibu seperti menjahit dan membatik, program kesehatan (sunatan massal, sosialisasi, gosok gigi, dan cuci tangan) dan gotong-royong.

"Program CD itu di luar program beasiswa Instiper Jogja dan Akademi Teknologi PULP dan Kertas Bandung dan untuk tahun 2017asih tetap berjalan," tambah Yandi.

Untuk di Pulau Padang saja, sejauh ini, sudah 14 orang mendapat beasiswa ikatan dinas (kuliah). 6 diantaranya sudah selesai dan bekerja dengan perusahaan. Mereka adalah Muthammimah CDO Pulau Padang, M Effendi di Pelalawan, Arif Marta Saputra di Mandau, Noriah di Kerinci, Sri Nia Sari di Kerinci, Nusaibah di Tanoto Fondation.

"Mereka asli anak Pulau Padang Kepulauan Meranti," kata Yandri. *

   


Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: redaksi@halloriau.com
(mohon dilampirkan data diri Anda)


BERITA LAINNYA    
Bus ALS terguling di Sumbar dan menewaskan seorang penumpang.(foto: detik.com)Sopir Bus ALS Diburu Polisi Usai Terguling dan Tewaskan 1 Penumpang di Sumbar
PDIP Rohil mulai buka pendaftaran untuk Pilkada Rohil 2024.(foto: afrizal/halloriau.com)PDI-P Rohil Buka Penjaringan Cakada untuk Pilkada 2024
Kadisdik Pekanbaru, Abdul Jamal.(foto: int)Disdik Pekanbaru Siapkan 4 Jalur PPDB 2024/2025
Sekdakab Inhu usai apel bersama dan Halalbihalal.(foto: andri/halloriai.com)ASN Pemkab Inhu Perkuat Silaturahmi dengan Apel Bersama dan Halalbihalal Usai Lebaran
Bupati Pelalawan, Zukri saat meninjau kondisi kantor DLH Pelalawan pasca kebakaran.(foto: andi/halloriau.com)Pasca Kebakaran, Bupati Zukri Minta Seluruh ASN DLH Pelalawan Tetap Semangat
  Ahmad Yuzar yang diusulkan Pj Bupati Kampar sebagai Pj Sekdakab Kampar.(foto: int)Hambali Usulkan Ahmad Yuzar Jadi Pj Sekdakab Kampar
Pengecekan terali kamar WBP di Rutan Rengat.(foto: andri/halloriau.com)Pasca Libur Idulfitri, Karutan Rengat Cek Teralis dan Dinding
DLH Rohil bersihkan sampah di Bagan Batu.(foto: afrizal/halloriau.com)DLH Rohil Bersihkan Tumpukan Sampah di Bagan Batu
Suasana di Disdukcapil Pekanbaru pasca libur lebaran.(foto: dini/halloriau.com)Hari Pertama Pasca Libur Lebaran, Disdukcapil Pekanbaru Mulai Ramai Didatangi Masyarakat
Kadisnakertrans Riau, Boby Rachmat.(foto: sri/halloriau.com)Disnakertrans Riau Turunkan Tim Pengawas Tindaklanjuti 33 Perusahaan yang Tak Bayar THR
Komentar Anda :

 
Potret Lensa
Sepanjang Jalan Rajawali Rusak Parah
 
 
 
Eksekutif : Pemprov Riau Pekanbaru Dumai Inhu Kuansing Inhil Kampar Pelalawan Rohul Bengkalis Siak Rohil Meranti
Legislatif : DPRD Pekanbaru DPRD Dumai DPRD Inhu DPRD Kuansing DPRD Inhil DPRD Kampar DPRD Pelalawan DPRD Rohul
DPRD Bengkalis DPRD Siak DPRD Rohil DPRD Meranti
     
Management : Redaksi | Disclaimer | Pedoman Media Siber | Kode Etik Jurnalistik Wartawan | Visi dan Misi
    © 2010-2024 PT. METRO MEDIA CEMERLANG (MMC), All Rights Reserved