MATAHARI terbit di ufuk timur, cahayanya tampak malu-malu di balik pohon dan pagi pun kembali datang. Di salah satu pabrik sagu yang terletak di daerah terpencil nun jauh dari perkotaaan tepatnya di Dusun Makam Desa Darul Takzim Kecamatan Tebingtinggi Barat sudah terdengar suara bising dari mesin yang berputar menyelimuti pagi menandakan aktivitas mengolah tual - tual sagu untuk dijadikan tepung sudah dimulai,dimana terlihat beberapa orang pekerja yang sibuk dengan tugasnya masing- masing.
Untuk menuju tempat ini dapat ditempuh dengan sepeda motor dari Kota Selatpanjang. Kota yang berjuluk sebagai Kota Sagu, karena daerah ini termasuk salah satu kawasan pengembangan ketahanan pangan nasional karena penghasil sagu terbesar di Indonesia selama lebih kurang 40 menit. Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan kempang (perahu penyeberangan) dengan ongkos Rp 5 ribu menyeberangi Sungai Suir lebih kurang lima menit.Riak air sungai membuat kempang bergoyang asyik yang mengantarkan para penumpangnya sampai ke seberang.
Disini penulis mencoba melihat dari dekat tual-tual sagu yang masih mengambang di sungai ditarik ke daratan untuk di belah, kemudian tual yang sudah dibelah dimasukkan kedalam mesin penggiling untuk mengambil pati sagu yang kemudian dimasukkan kedalam sebuah bak penampungan berisi air yang diputar menggunakan mesin heler untuk memisahkan pati sagu dengan ampasnya yang dalam bahasa setempat disebut repu.
Setelah kedua element ini berhasil dipisahkan, pati sagu dipanaskan menggunakan pemanggang raksasa yang menggunakan bahan bakar arang yang terbuat dari kulit sagu yang disebut uyung untuk dijadikan tepung kemudian dikemas menggunakan kemasan karung goni dan siap dikirim ke Pulau Jawa.Sedangkan repu,si limbah yang telah berhasil dipisahkan tadi dialirkan menggunakan selokan khusus untuk ditumpuk disuatu tempat yang dinamakan "ladang repu".
Siapa pun kita pasti menginginkan untuk mengirup udara yang segar dipagi hari. Udara yang dingin dengan embun yang membawa kesejukan serta ketenangan. Namun tidak yang terjadi disini dan tempat pengolahan sagu lainnya, udara pagi yang menyegarkan mulai tak sedap untuk dihirup.Bau tak sedap tersebut tercium dari limbah sagu yang dibuang begitu saja tanpa diolah terlebih dahulu.
Di Kepulauan Meranti sendiri terdapat 60 industri pengolahan sagu, limbah yang dihasilkan bisa mencapai puluhan ribu meter kubik perhari atau dua juta ton pertahun dan sebagian besar berasal dari industri menengah.Pada umumnya, pabrik sagu ini berada di kawasan bibir sungai. Sebagian besar pabrik sagu tersebut bahkan belum memiliki Rencana Pengelolaan Limbah (RPL).
Selama ini puluhan ton limbah padat ini dibuang begitu saja oleh para pengusaha industri sagu, sebelum kabupaten ini dimekarkan dari Bengkalis, saat ini belum ada formulasi dari pemerintah. Setiap tahunnya jumlah limbah padat sangat banyak dan terbuang begitu saja tanpa ada pemanfaatan.Kalau saja limbah sagu ini diolah, tentu saja selain mengurai dari pencemaran lingkungan juga bisa mengangkat perekonomian masyarakat dan berpotensi menjadi menjadi nilai tambah serta menciptakan usaha Agrobisnis yang menggairahkan, diantaranya dapat diolah menjadi berbagai kebutuhan seperti dibuat pakan ternak,pupuk,bahan baku biogass dan lain sebagainya.
Hasil ekstraksi ini tentu saja dapat menimbulkan masalah lingkungan, karena mengeluarkan bau busuk yang menusuk.Limbah sagu yang sudah sejak lama dialirkan ke laut melalui sungai selalu menjadi masalah pencemaran bagi lingkungan dan ekosistem disekitarnya.Limbah sagu yang mengendap didalam air dalam kurun waktu yang sangat lama akan menimbulkan gas metana yang berdampak pada banyaknya populasi hewan dan biota yang mendiami lingkungan tersebut.
Bahkan Gubernur Riau H. Arsyadjuliandi Rachman pun dalam satu kesempatannya pernah berkata agar Kepulauan Meranti mempertahankan sebagai daerah basis sagu nasional dengan tetap menjaga lingkungan.
"Saya mengharapkan agar daerah ini sebagai basis sagu terbaik nasional tetap terjaga kearifan lokalnya. Mari kita kembangkan perkebunan sagu, dan industrinya dengan memperhatikan aspek lingkungan," harapnya.
Permasalahan limbah dan lingkungan hidup beberapa tahun ini telah menjadi pembicaraan banyak orang. Bagaikan dua sisi mata uang, kondisi ini juga telah membawa efek semakin meningkatnya limbah yang diserap lingkungan. Bukan hanya limbah-limbah pabrik sagu yang selama ini menjadi persoalan, tetapi saat ini limbah tersebut sudah merusak dan mengurangi biota hewan dan tumbuhan di sekitarnya.
Ironisnya, kondisi itu justru tidak diimbangi dengan kesadaran masyarakat dan para pemilik kilang sagu untuk mengelola limbah tersebut. Akibatnya, muncul persoalan baru yang menjadi perhatian seluruh elemen masyarakat, yakni limbah yang menggunung di lingkungan dan berserak mengarak di aliran sungai menuju laut.
Adalah Amir (34 tahun) yang kemudian berinisiasi untuk mengolah limbah menjadi sesuatu yang berguna dan bermanfaat. Berawal dari keprihatinannya terhadap limbah yang menumpuk yang selama ini diproduksi dari kilang sagu miliknya.
Pemilik pabrik sagu di Desa Darul Takzim ini mengatakan bahwa dirinya sedang mencarikan solusi terkait penangganan repu yang telah merusak lingkungan ini,walaupun dalam 3 tahun lalu dia mengalirkan limbah sagu tersebut ke sungai.Menurutnya untuk mengolah repu menjadi produk yang berguna,pemerintah diharapkan mencari solusi yang tepat,karena permasalahan yang dihadapi saat ini adalah memisahkan ampas sagu (repu) dengan air,karena kadar air yang terkandung didalam repu tersebut sangat tinggi.
"Kami sudah dua kali menciptakan alat untuk memisahkan antara repu dan air namun belum berhasil, jika sudah bisa dipisahkan, maka repu bisa digunakan untuk berbagai keperluan seperti membuat pellet,pupuk dan kebutuhan lainnya," kata Amir, Minggu (24/7/2016).
Amir juga mengaku bahwa pabriknya pernah mendapat bantuan mesin dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Kepulauan Meranti yang bekerjasama dengan Badan Teknologi Pertanian (BTP) Kementerian Pertanian pada tahun 2014 lalu,namun alat senilai ratusan juta tersebut belum bisa berfungsi dengan baik.
"Memang,pada tahun 2014 lalu ada bantuan mesin untuk mengolah repu dari BTP melalui Dinas Kehutanan dan Perkebunan,namun alat tersebut tidak bisa berfungsi dengan baik. Saat ini kami pun sedang mendesain lagi alat untuk mengeringkan repu,inshaallah bulan agustus ini akan diujicoba.Tidak ada pun bantuan dari pemerintah,kami tetap mengusahakan yang terbaik untuk menjaga lingkungan ini,sudah tiga tahun belakangan ini repu tidak lagi kami buang ke sungai,tapi diangkat ke darat dan dijemur yang kering sudah kami jadikan media untuk menanam lada dan hasilnya sangat luar biasa dan subur," kata Amir lagi.
Amir merupakan salah satu dari pengusaha yang mengerti lingkungan dan sadar akan dampak kerusakan ekosistem yang diakibatkan oleh limbah sagu,pengusaha lain juga sadar,namun mereka bingung mau "dikemanakan" limbah sagu tersebut.Sedangkan produksi tepung sagu seiring dengan bertumpuknya repu.Salah satunya Edy pengusaha kilang sagu di Desa Mekar Sari Kecamatan Merbau.Dia mengaku terpaksa membuang limbah sagu itu ke sungai,walaupun dia mengerti bahayanya membuang limbah itu dan bisa merusak ekosistem,namun dia tidak punya pilihan lain.
"Setahu saya ada 60 kilang sagu di Meranti, sebagian besar membuang limbahnya ke sungai atau ke laut. Tapi hingga saat ini tidak ada dipermasalahkan oleh pemerintah," tutur Edi.
Edi tidak menampik, jika limbah yang dibuang langsung ke sungai akan berakibat rusaknya ekosistem air dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Namun ia juga mengaku kewalahan jika ia harus membangun penampungan untuk limbah-limbah tersebut.
"Jujur saja, kami tidak sanggup untuk menampung limbah sebanyak ini. Dalam sehari saja kami bisa mengolah hampir seribu tual sagu. Memang banyak masyarakat yang datang untuk mengambil repu (ampas sagu) untuk pakan ternak. Namun limbah yang kami produksi sangat banyak, sementara repu yang diambil para peternak tidak sebanyak yang kami hasilkan," kata Edy.
Jika menyelam lebih kedalam relung yang jauh terhadap potensi sagu yang diolah menjadi berbagai macam produk tidak perlu diragukan lagi,namun jika potensi limbah sagu yang diangkat,maka juga tidak kalah menarik untuk dibahas. Potensi limbah sagu juga bisa disulap menjadi bermacam-macam kebutuhan.Salah satu potensi yang saat ini sedang dilirik oleh oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) untuk dikembangkan bekerjasama dengan Badan Teknologi Pertanian (BTP) Kementerian Pertanian adalah mengolah limbah sagu yang akan dijadikan pakan ternak,yang ditaksir akan bisa memberi pakan terhadap 12 ribu ekor sapi.
Kepala Dinas Pertanian Peternakan dan Ketahanan Pangan (DPPKP) Kepulauan Meranti, Yulian Norwis, menjelaskan, setiap tahunnya jumlah limbah padat atau biasa disebut repu oleh masyarakat setempat sangat banyak dan terbuang begitu saja tanpa ada pemanfaatan. Padahal repu tersebut sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi nilai tambah, salah satunya diolah menjadi pakan ternak.
"Jumlahnya itu mencapai jutaan ton pertahun, dan jika diolah menjadi pakan bisa untuk 12 ribu ekor sapi," kata Yulian Norwis.
Terhadap rencana itu, Pemkab Kepulauan Meranti telah melakukan penelitian dengan bekerjasama dengan pihak BTP dan akan memulai ujicoba pembuatan pakan tersebut pada tahun 2017 mendatang.
"Jika ini berhasil, pada perkembangannya nanti kita akan berupaya membentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) sendiri khusus untuk mengelola limbah sagu ini menjadi pakan ternak. 2017 mudah-mudahan sudah mulai jalan," jelasnya.
Dia menambahkan Meranti akan menjadi daerah yang memproduksi sumber pakan ternak dan akan disiapkan lahan seluas 10 hektar di kecamatan Tebingtinggi Barat tepatnya di Desa Tanjung dengan memberdayakan para petani dalam sebuah wadah yang dinamakan Taman Teknologi Pertanian.
"Kendala para petani kita saat ini adalah pakan.harga pakan membuat para peternak kita tidak bisa bersaing, kedepannya bagaimana kita bisa menciptakan pakan ternak,sehingga harganya murah,� katanya.
Selain pakan ternak,pupuk juga bisa dijadikan dari limbah sagu ini.Kesulitan petani mendapatkan pupuk akibat kelangkaan maupun tingginya harga pupuk di pasaran, seringkali menyebabkan petani memilih beralih profesi dari bidang agraris ke perdagangan. Padahal dengan potensi sumber daya alam serta wilayah geografis yang sangat luas, Indonesia telah terbukti pernah menjadi negara swasembada pangan.
Kepala dinas yang akrab disapa Icut itu juga menambahkan, program yang dirancang bersama Kementerian Pertanian itu sangat sejalan dengan misi Pemkab untuk meningkatkan nilai produk pertanian bagi para petani dan juga masyarakat. Dengan begitu, selain menjadikan daerah ini mampu berswasembada pangan, juga mampu meningkatkan perekonomian.
Keinginan dari DPKP juga diaminkan oleh Kepala badan Badan Karantina,Drh Andry Pandu Latansa,karena kandungan karbohidratnya yang tinggi repu sagu disebut akan sangat bermanfaat dan lebih baik dibandingkan jenis pakan ternak lainnya.Menurut Andry ampas sagu dapat dimanfaatkan sebagai campuran untuk pakan ternak.Menurutnya nutrien yang terkandung dalam ampas sagu umumnya sangat rendah karena rendahnya protein kasar dan tingginya serat kasar. Walaupun kandungan nutrien terutama protein kasar rendah berkisar antara 2,30 - 3,36%, pati dalam ampas sagu masih cukup tinggi yaitu 52,98% Hal ini memungkinkan ampas masih bermanfaat sebagai pakan ternak.
"Pemanfaatan ampas sagu sebagai pakan ternak dari beberapa hasil penelitian dalam ransum monogastrik (ayam dan babi) dapat mengurangi penggunaan bahan makanan lain seperti jagung dan dedak padi disebabkan cukup tingginya kadar pati dalam ampas sagu. Kondisi seperti ini sangat menguntungkan peternak yang berada didaerah surplus ampas sagu. Selain itu tingginya harga jagung dan dedak padi yang menyebabkan bahan-bahan makanan ini tidak dapat diberikan kepada ternak secara kontinyu,� katanya.
Andry menambahkan potensi penggunaan ampas sagu sebagai pakan ternak memiliki kandungan protein. Agar menjadi bahan pakan ternak yang kaya akan protein dan vitamin, berdasar riset maka ampas sagu dapat diolah dengan teknologi fermentasi. Dengan proses fermentasi, kadar protein ampas sagu dapat meningkat sampai 14 %.
Hal serupa juga akan diikutkan oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) repu yang selama ini terbuang dari puluhan industri sagu di Meranti ditargetkan bisa dikelola dan diolah menjadi biogas nantinya. Sehingga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber energi alternatif.
"Repu yang selama ini baru dijadikan pakan ternak akan kita olah. Sasaran kita untuk biogas yang bermanfaat bagi masyarakat, minimal untuk kilang sagu itu dulu," ujar Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH), Drs Irmansyah MSi.
Seakan tidak ada habisnya,limbah sagu yang bernama repu ini juga bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan media tanaman,salah satu yang memanfaatkannya adalah Andi warga Jalan Jambu Desa Alah Air,salah seorang pembudidaya jamur.Dia mengatakan selama ini dia menggunakan serbuk gergajian kayu untuk media tanam jamur,namun dia berpindah menggantikannya dengan repu.
"Sebagai media tumbuh jamur tiram, memang serbuk gergaji berfungsi sebagai penyedia nutrisi bagi jamur yang mengandung selulosa,namun dikhawatirkan serat kayu tersebut terkadang mengandung racun,makanya saya berpindah menggunakan repu,karena lebih aman," kata Andi.
Untuk mencari pemanfaatan repu yang lebih maksimal,penulis mencoba mengunjungi sebuah kelompok tani salah satu desa,kelompok ini mengubah repu untuk pakan ayam broiler.
Kelompok tani tersebut bernama kelompok Tani Sumber Urip di Desa Sungai Anak Kamal Kecamatan Merbau,kelompok ini sudah mencoba membuat pakan ayam broiler sejak 2013 silam sampai saat ini mereka masih memproduksi pakan ayam tersebut dari campuran limbah sagu.
Matahari baru saja menampakkan wajahnya yang bundar sempurna berwarna jingga pekat pagi itu. Seolah memberikan semangat pada saya yang hari itu akan melakukan sebuah perjalanan menapaki jalan setapak menuju pemukiman warga yang mengolah repu sagu jadi pakan ayam.
Banyaknya limbah sagu yang bertebaran merusak di lingkungan sekitar menumbuhkan ide bagi warga Desa Sungai Anak Kamal yang tergabung kedalam kelompok tani untuk mengubahnya menjadi pakan ayam broiler. Bahan baku hayati tersebut difermentasi menjadi pakan ayam alternatif pengganti pelet yang dicampur dengan temu lawak juga dapat digunakan untuk menambah nafsu makan ternak.
Disalah satu rumah milik pak Tiro,terlihat kaum pria dan wanita sedang berbagi tugas,dimana para pria bertugas menggiling campuran bahan komposisi 100 persen repu sagu yang sudah difermentasi dimana sebanyak 30 persen,jagung halus sebanyak 40 persen,dedak sebanyak 10 persen dan ikan rucah sebanyak 20 persen menggunakan mesin penggiling,sedangkan kaum wanita menjemur hasil campuran tersebut di bawah sinar matahari.Bulir-bulir keringat yang membasahi mereka di tengah teriknya mentari pagi yang menyengat tidak menyurutkan semangat.
"Hasil dari proses pembuatan pakan ayam yang kami lakukan bisa meminimalisir modal dalam pemeliharaan. Didapat hampir mencapai 1/4 dari total harga pakan ayam Nasional. Dari perlakuan pakan ayam diatas ternyata asupan gizi yang terkandung, mampu bersaing untuk pertumbuhan ternak dengan pakan standar nasional. Bentuk Pur tidak akan sama dengan pembuatan perusahaan besar karena beda bahan, beda proses dan teknolgi, namun ini bisa menjadi alternative bagi anda peternak mandiri dengan populasi yang kecil," kata PPL Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti,Junaidi Asira, S.Hut.
Jika semua poin dan contoh pengembangan limbah yang telah dijalankan oleh sebagian masyarakat tersebut mampu dijawab oleh strategi bisnis yang dikembangkan maka ide bisnis layak dikembangkan secara komersil.
Pemanfaatan limbah sisa buangan industri, seperti limbah organik maupun anorganik dapat dilakukan dengan banyak cara. Dengan demikian, limbah tidak akan selalu memberikan dampak yang negatif bagi lingkungan, melainkan dapat memberikan dampak positif yaitu menjadi suatu sumber bahan yang berguna bagi masyarakat pada akhirnya.
Hari menjelang sore. Jam dinding di rumah pak Tiro menunjukkan pukul empat sore. Tapi hari yang mendung memanjangkan siang, petang itu matahari masih terik.penulis pun mohon diri dan pakTiro mengantar sampai ke luar. Di muka pintu ia mengepalkan tangannya dan berteriak dengan suara bergetar
"jangan bosan kesini lagi ya�.."
Penulis : Ali Imroen