SELATPANJANG - Seluruh galangan kapal kayu yang beroperasi di Kabupaten Kepulauan Meranti ternyata tidak mengantongi izin dari pemerintah setempat. Hal itu diketahui dari tidak adanya rekomendasi dari Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Tebingtinggi selaku instansi yang berwenang terdapat hutan.
Anehnya lagi, meski telah merugikan negara karena bahan baku yang digunakan kayu ilegal, tidak satu pun dari pemilik galangan yang tersentuh hukum.
Plt Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kesatuan Pengelolaan Hutan ( KPH) Tebingtinggi, Kepulauan Meranti, Arif Hendratmo mengatakan sampai saat ini pihaknya belum ada mengeluarkan rekomendasi terhadap galangan kapal kayu di Kepulauan Meranti.
"Asal usul kayu harus jelas sesuai dengan aturan suplai bahan baku itu. Sampai saat ini kami sama sekali belum ada mengeluarkan rekomendasi, kita lagi cari solusi darimana mereka dapat bahan baku. Ini sudah disampaikan ke direktorat kementrian kehutanan, belum ada solusinya, semua angkat tangan mereka," kata Arif.
Dikatakan jika bahan baku jelas begitu juga dengan peruntukannya, maka rekomendasi akan diberikan.
"Solusinya, yang penting ada bahan baku jelas, peruntukan jelas, rekomendasi datang dari saya, harus ada kontrak suplai jadinya," ujar Arif.
Kepala UPT KPH itu mengungkapkan jika di Kepulauan Meranti terdapat hutan alas hak yang luasnya mencapai 100 hektar. Dan itu bisa digunakan untuk keperluan galangan kapal.
"Di Meranti ada hutan alas hak namanya, luasnya wilayah itu 100 hektar. Mereka sudah punya izin tebangan dari BPHP, jadi galangan kapal yang ada bisa kontrak suplai sama mereka," ungkap Arif.
Dia mengatakan jika luasan hutan alas hak 100 hektar hanya bisa untuk mencukupi kebutuhan dua galangan kapal, namun di Kepulauan Meranti terdapat puluhan galangan.
"Kalau 100 hektar itu paling banter hanya bisa mencukupi untuk dua galangan kapal saja, ketika kurang bahan baku makanya merambah kemana mana," ujarnya.
Arif menambahkan, Pemerintah Kabupaten tidak bisa mengeluarkan izin industri jika tidak ada rekomendasi dari KPH.
"Izin industri itu menunggu rekomendasi dari kami sektor kehutanan, karena kehutanan punya aturan, industri harus seperti ini, makanya kita ikuti saja aturan dulu. Makanya sampai sekarang tidak satu pun galangan dan kapal yang kita rekomendasikan karena belum memenuhi persyaratan semua," ujarnya.
Salah seorang pekerja digalangan kapal saat ditemui wartawan mengatakan, kalau kayu-kayu yang digunakan dalam aktifitas Galangan Kapal tersebut merupakan kayu yang didatangkan dari wilayah Sungai Tohor Kecamatan Tebing Tinggi Timur.
Pekerja yang sengaja tidak disebutkan namanya ini juga menjelaskan, Kalau untuk membuat satu unit kapal berukuran besar, galangan itu membutuhkan kayu hingga mencapai 10 ton. Namun secara pasti Ia tidak tau menahu terkait legal atau ilegalnya kayu tersebut.
"Saya hanya bekerja membuat kapal. Kalau kayu ini dibawa dari Desa Sungai Tohor. Itu pun tidak didatangkan setiap hari, tapi tergantung kebutuhan untuk pembuatan kapal. Minimal 3 ton dan paling banyak 10 ton," katanya.
Penulis: Ali Imroen
Editor: Yusni Fatimah
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: redaksi@halloriau.com
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :