Oknum PNS dan Oknum Dosen Ikut Nikmati Dugaan Korupsi Pemberian Biaya Pendidikan Kuansing
TELUK KUANTAN - Dugaan tindak pidana korupsi pemberian bantuan pendidikan kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada kegiatan pendidikan dan pelatihan formal yang terdapat dalam anggaran di Sekretariat daerah (Setda) tahun 2015 lalu saat ini sudah naik ketahap penyidikan.
Dimana dugaan tindak pidana korupsi pemberian bantuan pendidikan kepada PNS pada kegiatan pendidikan dan pelatihan formal sebesar Rp 1,520 Milyar, yang terdapat dalam anggaran Sekretariat daerah tahun anggaran 2015 yang dilakukan tidak sesuai ketentuan.
Hal tersebut disampaikan Kajari Kuansing, Jufri, SH, MH saat ekspos dengan awak media diruang kerjanya, Jumat (21/7/2017) siang.
Dugaan tindak pidana korupsi dengan nilai kerugian negara lebih kurang Rp 1.520 Milyar ini sudah tercium sejak tahun 2016 lalu, namun pihak Kejaksaan terus melakukan penyelidikan terhadap perkara tindak pidana korupsi ini, dan pada tahun 2017 telah ditingkatkan statusnya ke tahap penyidikan.
"Ini kegiatan tahun anggaran 2015, dan pada 2016 ketahuan dan sudah kita lakukan penyelidikan, dan Juni 2017 sudah tingkatkan kasus ini ketahap penyidikan," kata Jufri.
Disampaikan Jufri, pihaknya juga sudah memanggil 6 orang saksi yang sudah dimintai keterangan.
"Saksinya memang belum banyak kita panggil, karena baru kita naikkan ketahap penyidikan Juni 2017 lalu, tepatnya saat puasa kemarin dan akan memasuki lebaran, jadi liburnya cukup lama dan belum bisa semua kita panggil," katanya.
Dikatakan Jufri, ada sekitar 29 orang yang bakal kita mintai keterangan dan semuanya adalah penerima bantuan biaya pendidikan, selain oknum PNS juga ada oknum dosen.
"Selain oknum PNS ada juga oknum dosen yang tugas di Padang dan di Pekanbaru tapi cuma sedikit," ujar Jufri.
Kemudian disampaikan Jufri, untuk perkara dugaan tindak pidana korupsi pemberian bantuan pendidikan ini, perkaranya tidak terlalu sulit, karena proses penyelidikannya sudah matang kita lakukan.
Bahkan kita sudah berikan waktu lebih kurang satu tahun pada 2016 lalu, agar penerima ini mengembalikan, namun yang mengembalikan hanya sebagian disetor ke kas daerah.
"Sudah ada yang mengembalikan dengan cara menyetor ke kas daerah, itu sudah masuk lebih kurang Rp 600 juta, dan sisanya masih ada sekitar 800 juta sekian yang belum mengembalikan," katanya.
"Padahal kita sudah beri waktu lebih kurang satu tahun untuk mengembalikan, tapi tidak juga selesai, maka kita ambil langkah penegakan hukum secara tegas," tambahnya.
Sebenarnya kata Jufri, tidak masalah memberikan bantuan beasiswa, cuma yang dapat bantuan kenapa PNS, dan ketika mereka mengajukan bukan tugas belajar, tapi izin belajar tidak mengganggu jam kerja, dan tidak menuntut biaya seharusnya, kecuali mungkin pemerintah meminta mereka melakukan tugas belajar inikan beda.
Seharusnya disampaikan Jufri, yang diberikan bantuan biaya pendidikan itu adalah siswa kita yang memiliki prestasi dan pemerintah bekerjasama dengan universitas untuk membiayai siswa yang berprestasi ini, dan biayanya langsung disalurkan pemerintah kepada universitas tadi, bukan diberikan kepada yang bersangkutan,
"ini contohnya," ujarnya.
Sekarang karena penyelidikan secara umum sudah kita lakukan, dan penyidik sudah kantongi calonnya untuk selanjutkan akan menetapkan tersangkanya, kita tunggu laporan pengembangan penyidikan.
"Setelah dibuat nanti akan kita ekspos secara bersama, hal yang menyangkut perkara kita juga akan sampaikan ke Kejati," katanya.
Penulis : Robi Susanto
Editor : Unik Susanti
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: redaksi@halloriau.com
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :