PEKANBARU - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menghentikan kegiatan penambangan pasir oleh PT Logomas Utama (LMU) di wilayah perairan Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis, Riau, Senin (14/2/2022) kemarin.
Masyarakat setempat mengeluhkan hilangnya mata pencaharian mereka sebagai nelayan seiring hilangnya ikan-ikan dan biota laut lainnya karena kerusakan yang ditimbulkan aktivitas penambangan pasir.
Eko Yunanda, Manajer Pengorganisasian dan Keadilan Iklim Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau sekaligus Person in Charge (PIC) pengawalan kasus tersebut menjelaskan bahwa PT LMU yang melakukan penambangan merupakan perusahaan tambang pasir yang mendapat Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk produksi dengan Surat Keputusan (SK) nomor 503/DPMPTSP/IZIN-ESDM/66 pada 29 Maret 2017.
"Pemberian IUP pada 2017 itu sendiri sebenarnya bermasalah," kata dia ketika dihubungi wartawati halloriau, Selasa (15/2/2022) malam.
"AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) PT LMU bernomor 2940/28/SJN.T/1998 dikeluarkan pada tanggal 19 Agustus 1998. Namun, pada saat PT LMU mengajukan kembali IUP pada 2017, AMDAL tersebut tidak diperbarui lagi."
Eko menjelaskan dalam pasal 24 angka (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 1999 menyatakan bahwa keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan dinyatakan kedaluwarsa atas kekuatan Peraturan Pemerintah apabila rencana usaha dan/atau kegiatan tidak dilaksanakan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya keputusan kelayakan tersebut.
"Merujuk aturan tersebut maka AMDAL PT LMU seharusnya dinyatakan kedaluwarsa," tegasnya.
Meskipun telah mengantongi IUP sejak tahun 2017, Eko menuturkan, aktivitas produksi PT LMU baru dijalankan pada akhir 2021. Wilayah konsesinya berlokasi di pesisir utara Desa Titi Akar, Suka Damai, dan Tanjung Medang dengan luas mencapai 5.030 hektare.
Tahun 2017, IUP PT LMU dilakukan penyesuaian oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), tapi PT LMU tidak langsung beroperasi.
"Nah saat LMU beroperasi di tahun 2021, seluruh kewenangan beralih ke (pemerintah) pusat, jadi yang bisa dilakukan Gubernur Riau (Syamsuar) hanya mengirim surat permohonan pencabutan izin," ujarnya.
Untuk diketahui, Gubernur Riau Syamsuar sebelumnya telah mengirimkan surat permohonan pencabutan izin tambang pasir PT LMU di Pulau Rupat pada tanggal 23 Januari 2022 dengan surat Nomor 540/DESDM/119 yang ditujukan ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia.
Eko menambahkan bahwa saat ini Walhi Riau masih menunggu Kementerian ESDM untuk segera merespon surat Gubernur Riau Syamsuar tersebut. Sebab, banyak sekali kerugian yang dirasakan masyarakat Pulau Rupat akibat pertambangan itu.
"Yang paling dirasakan masyarakat tentu menurunnya hasil tangkap nelayan dan rusaknya pesisir Pulau Rupat karena abrasi. Pertambangan juga akan merusak biota laut," jelasnya.
"Pasca penangkapan yang dilakukan KKP, kita juga akan terus mengawal proses penyelidikan dan proses hukumnya."
Eko menambahkan bahwa Walhi Riau berharap agenda tersebut tidak hanya berhenti sampai di penangkapan para penambang yang disewa oleh PT LMU, namun merupakan awal bagi perjuangan panjang dalam menyelamatkan Pulau Rupat secara keseluruhan dari berbagai kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh korporasi industri ekstraktif.
Penulis: Rinai
Editor: Ardian
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: redaksi@halloriau.com
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :